Rabu, 12 Mei 2010

MENGENAL RABIES

Penyakit rabies tentu sudah tidak asing lagi bagi pendengaran kita, namun mungkin beberapa dari kita belum tahu tentang sejarah dan perkembangan penyakit yang saat ini cukup meresahkan masyarakat, terutama yang berada di daerah yang mempunyai populasi anjing liar cukup banyak. Untuk itu kali ini penulis akan mencoba memberikan tambahan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit rabies berikut cara pencegahannya agar penyakit ini tidak semakin menyebar luas.

Apakah itu Rabies?
Rabies merupakan salah satu penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia, di mana agen infektifnya berupa virus rabies yang menginfeksi susunan saraf pusat. Rabies yang menginfeksi kucing, anjing, atau kera dapat menular ke manusia melalui kontak dengan kelenjar saliva (air liur) hewan yang terinfeksi.
Sejarah Rabies
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai penyakit rabies ini, alangkah baiknya apabila kita mengetahui sedikit tentang sejarah munculnya penyakit ini. Rabies telah dikenal di Babilonia sejak zaman Raja Hammurabi (2300 SM), bahkan ada denda 40 shekel terhadap pemilik anjing apabila anjingnya menggigit seseorang. Inggris pernah tertular rabies sejak tahun 1026. Di samping anjing dan kucing, rabies juga menulari hewan liar rubah (redfox). Berbagai peraturan pernah diberlakukan negeri ini, antara lain Metropolitan Streets Act (1867), Rabies Order (1887), kemudian Act of Parliement (1897). Pemberantasan rabies di Inggris dilakukan dengan: (1) pembunuhan anjing geladak, (2) penggunaan penutup moncong bagi anjing yang keluar rumah, (3) pengurangan populasi rubah, dan (4) pengawasan ketat terhadap lalu lintas anjing dan kucing. Masa karantina enam bulan diterapkan terhadap anjing dan kucing yang akan masuk Inggris. Inggris bebas rabies tahun 1903.
Di Indonesia, rabies diduga telah lama ada, namun laporan resmi ditulis pertama kali oleh Penning di Jawa Barat, tahun 1889. Peraturan tentang rabies telah ada sejak tahun 1926 (Hondsdolsheid Ordonansi Nomor 451 dan 452), diikuti oleh Staatsblad 1928 Nomor 180, SK Bersama Tiga Menteri (Pertanian, Kesehatan, dan Dalam Negeri) tahun 1978, dan Pedoman Khusus dari Menteri Pertanian (1982). Sebelum Perang Dunia II, selain Jawa Barat rabies hanya ditemukan di Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan. Pada 1945-1980,rabies ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur (1953), Sulawesi Utara (1956), Sumatera Selatan (1959), Lampung (1969), Jambi dan Yogyakarta (1971), DKI Jaya dan Bengkulu (1972), Kalimantan Timur (1974), Riau (1975), dan Kalimantan Tengah (1978). Hingga 1990-an, provinsi di Indonesia yang masih bebas rabies adalah Bali, NTB, NTT, Maluku, dan Papua. Pemerintah Indonesia telah berupaya keras mengatasi rabies dengan mengadopsi cara-cara dari luar negeri, namun masih banyak kendala yang dihadapi.

Perkembangan Rabies di Dunia
Data WHO menunjukkan, bahwa rabies secara luas tersebar di seluruh dunia, lebih dari 55.000 orang meninggal dunia karena serangan virus mematikan ini. Dan sekitar 95 persennya, kematian di tingkat manusia tinggi di daerah Amerika Latin, Asia dan Afrika. Sekitar 30 % sampai 60 % dari korban adalah anak-anak di bawah usia 15 tahun. Penyebab paling sering dijumpai dari serangan rabies saat ini ditularkan melalui gigitan dari anjing yang terinfeksi rabies.

Perkembangan Rabies di Indonesia
Data di Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa setiap tahun terdapat sekitar 12.500 kasus gigitan hewan penular rabies di seluruh Indonesia. Data terakhir pada tahun 2008 menyebutkan, ada 21.245 orang di Tanah Air yang dilaporkan digigit anjing pengidap rabies, 122 diantaranya meninggal dunia. Kasus rabies juga masih tersebar di 24 provinsi, hanya 9 provinsi di Indonesia yang telah terbebas dari kasus yang oleh masyarakat kerap disebut sebagai penyakit anjing gila ini. Sembilan provinsi tersebut adalah Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, NTB, Papua Barat dan Papua. Penyebab utama rabies di Indonesia 98% disebabkan oleh gigitan anjing dan 2% akibat gigitan hewan lain seperti kucing dan monyet.
Dalam rentang 10 tahun ini tidak pernah didapatkan kejadian kasus rabies menurun, bahkan muncul beberapa daerah Kejadian Luar Biasa (KLB) rabies baru. KLB rabies yang muncul dalam rentang waktu belakangan misalnya pada 2003, KLB rabies di Maluku, Maluku Utara, dan Kalimantan Barat. Akhir 2007, KLB rabies muncul lagi di Banten. Yang terbaru, November 2008 KLB ada di Kabupaten Badung, Bali, dengan 15 kasus lyssa (rabies pada manusia) yang semuanya meninggal dunia. Indonesia sendiri ditargetkan bebas rabies tahun 2015. Dengan terus bertambahnya kasus endemis, target itu makin sulit tercapai. Sesuai syarat lembaga kesehatan dunia, WHO mensyaratkan Indonesia selama dua tahun Indonesia wajib memiliki nol kasus rabies bila ingin dikategorikan negara bebas rabies (Susanto. E. C, 2009).
Pada 18 Desember 2008, Menteri Pertanian melaporkan ke World Organization for Animal Health bahwa telah terjadi peningkatan kasus rabies di Pulau Bali. Rabies terdeteksi pada anjing pada sedikitnya dua desa yang dekat dengan tujuan wisata yang populer di Bali bagian selatan. Hingga pertengahan bulan November 2009 ini telah dilaporkan bahwa serangan penyakit yang dikenal dengan sebutan anjing gila ini telah memakan korban meninggal sebanyak 17 orang sehingga Dinas Kesehatan Propinsi Bali menetapkan Bali sebagai daerah KLB (Kejadian Luar Biasa) rabies.

Penularan Rabies
Penyakit rabies terutama ditularkan melalui gigitan binatang. Kuman yang terdapat dalam air liur binatang ini akan masuk ke aliran darah dan menginfeksi tubuh manusia. Binatang yang sering menderita rabies adalah anjing, kucing, kelelawar dan kera. Selain lewat gigitan, rabies juga dapat ditularkan melalui mata, hidung, mulut dan luka yang terkontaminasi oleh air liur binatang yang terjangkit rabies. Penularan lewat cara ini sangat jarang terjadi, umumnya penularan melalui gigitan.
Sedangkan penularan rabies dari manusia ke manusia sampai saat ini belum ada bukti maupun penelitian yang dapat membuktikannya, meskipun ada teori yang menyatakan bahwa rabies dapat ditularkan dari orang ke orang namun pada kenyataannya tidak dapat dibuktikan.

Masa Inkubasi Penyakit Rabies
Masa inkubasi adalah waktu antara penggigitan sampai timbulnya gejala penyakit . Masa inkubasi penyakit Rabies pada anjing dan kucing kurang lebih 2 minggu (10 hari- 14 hari). Pada manusia 2-3 minggu dan paling lama 1 tahun.

Tahapan Penyakit Rabies
Perjalanan penyakit Rabies pada anjing dan kucing dibagi dalam 3 fase (tahap), yaitu :
1. Fase Prodormal : Hewan mencari tempat dingin dan menyendiri , tetapi dapat menjadi lebih agresif dan nervus, pupil mata meluas dan sikap tubuh kaku (tegang). Fase ini berlangsung selama 1-3 hari . Setelah fase Prodormal dilanjutkan fase Eksitasi atau bias langsung ke fase Paralisa.
2. Fase Eksitasi : Hewan menjadi ganas dan menyerang siapa saja yang ada di sekitarnya dan memakan barang yang aneh-aneh. Selanjutnya mata menjadi keruh dan selalu terbuka dan tubuh gemetaran , selanjutnya masuk ke fase Paralisa.
3. Fase Paralisa: Hewan mengalami kelumpuhan pada semua bagian tubuh dan berakhir dengan kematian.

Gejala Klinis Penyakit Rabies pada Hewan dan Manusia
Pada anjing dan kucing, penyakit Rabies dibedakan menjadi 2 bentuk , yaitu :
1. Rabies bentuk diam (Dumb Rabies), tanda-tandanya adalah sebagai berikut :
- Terjadi kelumpuhan pada seluruh bagian tubuh
- Hewan tidak dapat mengunyah dan menelan makanan, rahang bawah tidak dapat dikatupkan dan air liur menetes berlebihan
- Tidak ada keinginan menyerang atau mengigit. Hewan akan mati dalam beberapa jam.
2. Rabies bentuk ganas (Furious Rabies).
- Hewan menjadi agresif dan tidak lagi mengenal pemiliknya
- Menyerang orang, hewan, dan benda-benda yang bergerak
- Bila berdiri sikapnya kaku, ekor dilipat diantara kedua paha belakangnya
- Anak anjing menjadi lebih lincah dan suka bermain , tetapi akan menggigit bila dipegang dan akan menjadi ganas dalam beberapa jam.
Baik rabies ganas maupun rabies jinak pada akhirnya menyebabkan kelumpuhan total, diikuti koma dan kematian karena hewan mengalami gangguan pernapasan yang akut. Pada hewan yang terinfeksi, jika tidak diberi penanganan sama sekali, hewan akan mati setelah terinfeksi selama 7 hari (Disnak Kabupaten Tangerang, 2009).

Tanda-Tanda Rabies Pada Manusia :
Pada manusia, gejala rabies akan muncul pada waktu 30-50 hari setelah terinfeksi. Gejalanya dimulai dengan demam, linu, depresi mental, kelumpuhan pada tungkai bawah dan menjalar ke seluruh tubuh. Kemudian penderita akan menjadi hiperaktif, mengeluarkan air liur, kejang otot tenggorokan dan otot pita suara yang bisa menyebabkan sakit luar biasa. Kejang otot ini disebabkan oleh adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan bernafas. Ketika penderita mencoba untuk minum air, maka kejang di daerah tenggorokan dapat terjadi kembali sehingga penderita rabies dapat juga dikatakan takut air (hidrofobia). Selain itu juga peka terhadap cahaya (fotofobia), udara dan suara. Bila kuman rabies sudah menyerang otak maka akan menyebabkan gelisah, kejang, paralisis/kelemahan otot otot, koma dan terakhir kematian (Ulliyani. A, 2009).


Penanganan Pertama Terjadinya Kasus Rabies
Penanganan pertama pada suspek yang baru saja melakukan kontak dengan hewan, menurut rekomendasi World Health Organisation (WHO) adalah dengan cara pembersihan luka dan imunisasi, karena dengan ini dapat mencegah penularan rabies sampai 100 %. Kontak yang dimaksud oleh WHO dikategorikan sebagai berikut :
 Kategori I : menyentuh atau memberi makan hewan suspect rabies
 Kategori II : luka gores kecil tanpa pendarahan yang disebabkan oleh hewan suspek, atau berupa jilatan hewan suspek pada kulit yang luka
 Kategori III : satu atau lebih gigitan, cakaran, jilatan pada kulit yang luka, atau kontak lain yang melukai kulit dan sampai menyebabkan pendarahan.
Penanganan pertama setelah kontak untuk menghindari penularan rabies adalah dengan membersihkan luka dengan cairan disinfektan atau sabun, dan kemudian sesegera mungkin pasien diberi imunisasi anti-rabies. Vaksin anti-rabies diberikan pada pasien yang melakukan kontak kategori II dan kategori III. Sedangkan imunoglobulin anti-rabies atau antibodi harus diberikan pada pasien setelah melakukan kontak kategori III, atau kepada pasien yang memang memiliki kekebalan tubuh lemah.

Pencegahan Rabies
Jadilah pemelihara hewan yang baik dengan :
• Menempatkan hewan peliharaan dalam kandang yang baik dan sesuai dan senantiasa memperhatikan kebersihan kandang dan sekitarnya.
• Menjaga kesehatan hewan peliharaan dengan memberikan makanan yang baik , pemeliharaan yang baik dan melaksanakan Vaksinasi Rabies secara teratur setiap tahun ke Dinas Peternakan atau Dokter Hewan Praktek. Tindakan ini tidak hanya melindungi hewan anda dari penyakit rabies tetapi juga melindungi diri anda sendiri dan keluarga anda.
• Memasang rantai pada leher anjing bila anjing tidak dikandangkan atau sedang diajak berjalan-jalan.
• Selalu awasi binatang peliharaan anda. Kurangi kontak mereka dengan hewan atau binatang liar. Jika binatang peliharaan anda digigit oleh hewan liar, segera ke dokter hewan untuk diperiksa keadaannya.
• Hubungi dinas peternakan setempat bila anda menjumpai ada binatang liar yang mencurigakan di lingkungan tempat tinggal anda.
• Hindari kontak dengan hewan liar yang tidak jelas asal usulnya.
• Nikmati hewan liar seperti rakun, serigala dari tempat yang jauh. Jangan coba coba memberi mereka makan, membelai ataupun memelihara mereka di rumah walaupun kelihatan sangat jinak.
• Cegah kelelawar memasukan rumah atau tempat anda beraktifitas.
• Jika anda bepergian ke daerah yang terjangkit rabies, segeralah ke pusat pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan vaksinasi rabies.

Pengendalian Penyakit Rabies
Saat ini, WHO telah mengendalikan penularan rabies dengan melakukan pemberian vaksin ke beberapa negara berkembang, meskipun dalam jumlah yang terbatas.Vaksin immunoglobulin (antibodi) yang direkomendasikan untuk kasus rabies kategori III memiliki harga yang mahal dan diberikan dalam jumlah yang sangat terbatas. Oleh karena itu, WHO memberikan vaksin immunoglobulin rabies yang berasal dari kuda (purified equine immunoglobulin) untuk digunakan sebagai campuran immunoglobulin manusia untuk menutupi kekurangan vaksin di beberapa negara ini.
Vaksinasi rabies pada manusia direkomendasikan kepada para pelancong yang tinggal atau bepergian ke negara endemik rabies selama lebih dari 30 hari. Vaksinasi pra-penularan tidak begitu saja mencegah penularan rabies, namun vaksinasi pra-penularan ini harus diikuti dengan tindakan pasca-penularan, yaitu dengan pemberian vaksin immunoglobulin untuk rabies. Selain para pelancong, vaksin rabies juga direkomendasikan kepada orang-orang yang aktivitasnya beresiko untuk tertular rabies, seperti pemburu, penjaga hutan, pekerja laboratorium, breeder anjing, pekerja pemotongan hewan, dan dokter hewan. Orang-orang yang beresiko ini harus secara rutin melakukan pemeriksaan kesehatan setiap 2 tahun untuk memeriksakan tingkat kekebalan tubuhnya atau untuk mendapatkan vaksin rabies.
Salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah penularan rabies adalah dengan melakukan vaksinasi kepada anjing, sebagai agen penular terbesar pada beberapa kasus di beberapa negara sekarang ini. Namun kurangnya kesadaran masyarakat untuk peduli kepada anjing-anjing peliharaannya untuk dilakukan vaksinasi anti-rabies dapat menjadi salah satu penyebab kenapa sampai sekarang serangan virus rabies masih saja dijumpai di Indonesia. Beberapa daerah di Indonesia sampai sekarang masih belum bebas dari terjangkitnya penyakit rabies, bahkan di Bali dianggap sebagai kejadian luar biasa rabies karena untuk pertama kalinya Bali terjangkit wabah rabies. Dalam hal ini, untuk mencegah penularan rabies ke luar pulau Bali pemerintah berupaya dengan menjadikan pulau Bali sebagai kawasan karantina dengan mencegah keluar masuknya anjing, kucing , atau kera keluar masuk pulau, pemusnahan anjing-anjing liar dan pemberian vaksin terhadap anjng-anjing peliharaan agar tidak tertular rabies dan memberikan vaksin anti rabies pada masyarakat. Sampai saat ini telah disediakan sebanyak 300 ribu vaksin untuk anjing di seluruh kabupaten dan akan ditambah sebanyak 60 ribu vaksin per minggu. Namun dengan jumlah vaksin tersebut hanya mencukupi untuk 32 persen populasi anjing, untuk itu pemerintah akan terus menambah jumlah vaksinnya, sehingga menjangkau seluruh populasi anjing di Bali.
Upaya pemerintah provinsi Bali dalam menekan rabies ini juga mendapat berbagai kendala, diantaranya kritik dari LSM yang menentang pemusnahan anjing-anjing liar. Mereka menilai bahwa pemusnahan anjing liar sebagai tindakan biadab. Di sisi lain masyarakat juga banyak yang tidak mau membawa anjingnya untuk divaksin atau mengikat anjingnya di rumah.
Selain Bali, beberapa daerah lain juga banyak yang belum bebas rabies, seperti Aceh, Kepulauan Ende, dan Jawa Barat. Salah satu upaya pemerintah adalah dengan memberikan vaksin anti-rabies (VAR) kepada anjing-anjing jinak maupun liar. Namun, karena keterbatasan jumlah vaksin yang mencapai ke kecamatan-kecamatan serta kurangnya kesadaran masyarakat untuk turut berperan serta membrantas rabies dengan memvaksinkan anjingnya menjadi kendala dalam memberantas rabies di Indonesia.
Jika kita tengok ke negara lain di Asia, seperti Malaysia dan Jepang, vaksinasi anti-rabies pada anjing dilakukan secara berkala, serta dilengkapi dengan booster (pemberian vaksin kedua) terbukti mencegah penularan rabies ke manusia. Pencegahan penularan rabies pada manusia hendaknya merupakan tugas dokter hewan bersama dengan petugas pelayanan kesehatan masyarakat. Upaya pemberantasan rabies yang dilakukan dengan vaksinasi masal pada anjing dilakukan oleh dokter hewan, kemudian harus segera diikuti dengan penanganan kesehatan pada manusia oleh petugas kesehatan. Selain itu peran serta tokoh masyarakat untuk memberikan penjelasan masyarakat tentang pentingnya upaya pencegahan dan penanggulangan rabies juga cukup penting. Bagi orang yang tidak mengerti bahaya rabies akan menganggap enteng penyakit ini, padahal akibatnya sangat serius. Dengan adanya kerja sama yang harmonis antara dokter hewan dan petugas kesehatan dibantu peran serta tokoh adat dan tokoh masyarakat untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat sangatlah membantu semakin meluasnya penyakit ini maka diharapkan Indonesia akan terbebas dari penyakit rabies atau penyakit zoonosis apapun, sehingga apa yang menjadi tujuan kita bersama dapat tercapai, yaitu Indonesia sehat. (CT-115)

YOGURT BUATAN SENDIRI

Yogurt merupakan salah satu olahan susu yang diproses melalui proses fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya yaitu bakteri asam laktat. Di pasaran yogurt terbagi dalam dua jenis, yang pertama adalah yogurt plain yaitu yogurt tanpa rasa tambahan dan yang kedua adalah drink yogurt yaitu yogurt plain yang telah ditambahkan perasa tambahan buah-buahan seperti rasa stroberi, jeruk ataupun leci oleh produsen.
Kandungan gizi yogurt tidaklah kalah dengan kandungan susu pada umumnya dikarenakan bahan dasar yogurt adalah susu, bahkan ada beberapa kelebihan yogurt yang tidak dimiliki oleh susu murni yaitu :
1. Sangat cocok dikonsumsi oleh orang yang sensitif dengan susu (lactose intolerance) yang ditandai dengan diare karena laktosa yang terkandung pada susu biasa sudah disederhanakan dalam proses fermentasi pembuatan yogurt
2. Bila dikonsumsi secara rutin bahkan mampu menghambat kadar kolestrol dalam darah karena yogurt mengandung Lactobacilus yaitru bakteri baik yang berfungsi menghambat pembentukan kolestrol dalam darah yang berasal dari makanan yang kita makan seperti jeroan atau daging
3. Berguna untuk meningkatkan daya tubuh kita karena yogurt mengandung banyak bakteri baik sehingga secara otomatis dapat menyeimbangkan bakteri jahat yang terdapat dalam tubuh kita.
Walaupun kelihatan sulit, pembuatan yogurt sebenarnya sangat sederhana. Alat-alat yang kita butuhkan tidaklah terlalu rumit yaitu panci berukuran kira-kira 40 cm,sendok pengaduk dan toples/panci kaca dengan tutup. Sedangkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan yogurt hanyalah susu. Susu ini dapat berupa susu cair langsung tetapi yang perlu diperhatikan susu yang digunakan harus susu putih (susu segar).
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut :
1. Siapkan susu segar
2. Masak dengan api kecil sambil diaduk terus selama 30 menit tetapi jangan sampai mendidih yaitu sampi suhu sekitar 40 derajat celcius. Proses ini hanya untuk menguapkan air saja yang nantinya akan terbentuk gumpalan atau solid yogurt.
3. Kalau sudah solid yogurt lalu angkat dan didinginkan kira-kira sampai hangat-hangat kuku baru kemudian ditambahkan bibit (starter) yogurt sebanyak 2 - 5% dari jumlah yogurt yang sudah mengental tadi.
4. Diamkan selama 24 jam dalam wadah/panci tertutup untuk menghasilkan rasa asam dan bentuk yang kental.
5. Makin tinggi total solidnya maka cairannya bening yang tersisa semakin sedikit, maka yogurt tersebut semakin bagus. Solid yogurt yang belum diberikan tambahan rasa ini dapat juga dijadikan bibit yogurt untuk pembuatan selanjutnya.
6. Setelah berbentuk yogurt dapat ditambahkan sirup atau gula bagi yang tidak kuat asamnya, bahkan bisa ditambahkan dengan perasa tambahan makanan seperti rasa jeruk, strawberry dan leci yang dapat kita peroleh di toko bahan makanan.
7. Yogurt yang sudah jadi dapat ditempatkan di wadah plastik ataupun kaca. Kalaupun kita ingin menggunakan wadah plastik sebaiknya yang agak tebal, akan tetapi bila ingin menyimpan yogurt untuk waktu yang lebih lama sebaiknya menggunakan wadah kaca.
Perlu diketahui bahwa bibit yogurt memang tidak dijual di pasaran secara bebas tetapi dapat juga diperoleh di toko-toko makanan. Atau apabila tersedia kita dapat menggunakan yogurt yang plain (tanpa rasa tambahan), tanpa gula dan tanpa aroma sebagai bibit yogurt. Yogurt dapat disajikan tidak hanya sebagai minuman, tetapi juga dapat disajikan bersama salad buah sebagai sausnya ataupun sebagai bahan campuran es buah. yogurt.
Selain itu perlu diperhatikan juga bahwa dalam pembuatan dan penyimpanan yogurt, syarat yang paling utama adalah masalah kebersihan yang merupakan hal terpenting yang harus diperhatikan. Untuk itu sebaiknya semua alat yang akan digunakan direbus terlebih dahulu dalam air mendidih selama 5-10 menit. Karena bila kebersihan tidak dijaga dapat mengakibatkan yogurt tidak jadi dengan ciri-ciri : (1) tidak berasam walaupun berbentuk solid, (2) di permukaan solid ditumbuhi jamur yang berbentuk bintik-bintik hitam dan (3) berbau asam yang sangat tajam. Biasanya untuk yogurt yang dibuat sendiri paling lama penyimpanan sebaiknya selama 1 minggu. Selain masalah kebersihan yang perlu diperhatikan juga masalah penyimpanan. Ada dua hal yang harus diperhatikan yaitu :
- Yogurt tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung.
- Yogurt tidak boleh ditaruh dalam suhu ruangan, harus disimpan dalam suhu dingin/kulkas tetapi juga tidak boleh diletakkan dalam freezer. Yogurt tidak boleh disimpan dalam freezer karena bahan dasar yogurt yang berupa susu dapat pecah dan justru itu akan merusak yogurt.

Tips Memilih Yogurt

Bila anda tidak sempat membuat dan ingin membeli yogurt di pasaran maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan :
- Pilihlah yogurt yang kental.
- Pilihlah yogurt yang disimpan di suhu dingin jangan yang di luar karena biasanya sudah disteril lagi sehingga mikroorganismenya sudah tidak ada.
- Perhatikan dan cermati labelnya yang plain yogurt atau yang drink yogurt disesuaikan dengan kebutuhan kita.
- Perhatikan dan cermati tanggal kadaluarsanya
(CT-115)

OBAT HERBAL UNTUK MENGOBATI PENYAKIT HELMINTHIASIS (CACING) PADA KAMBING

Salah satu kendala dalam usaha pengembangan peternakan kambing di Indonesia, khususnya di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah penyakit yang disebabkan parasit terutama parasit interna yaitu helminthiasis (penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing). Penyakit yang cukup sering menyerang kambing ini umumnya disebabkan oleh cara pemeliharaan yang kurang diperhatikan sehingga infeksi yang parah dapat menyebabkan tingkat kematian yang cukup tinggi. Penyakit ini terkadang kurang mendapat perhatian dari peternak kambing terutama jika penyakit masih berlangsung pada tingkat awal disebabkan karena waktu serangan penyakit tersebut sulit diketahui dan gejala klinis yang terjadi masih umum yakni diare, anoreksia (nafsu makan berkurang), penurunan berat badan, kulit kasar dan kusam. Pada kambing penyakit ini sebagian besar disebabkan oleh cacing klas nematoda (cacing gilig) dan dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan meliputi kerugian penurunan produksi daging maupun susu baik secara kuantitatif maupun kualitatif, terhambatnya pertumbuhan dan produksi serta kematian ternak.
Penyakit cacing yang sering menyerang kambing sebagian besar disebabkan oleh jenis cacing sebagai berikut: Bunostomum sp, Oesophagostomum .sp, Trychoslrongylus sp., Trichuris sp., Haemonchus contortus, Taenia sp. Dan masih banyak jenis cacing lain yang merupakan parasit yang cukup patogenik, luas penyebaran dan tingkat infeksinya dapat mencapai 80%, sifat cacing pada umumnya adalah menghisap darah induk semangnya sehingga menimbulkan anemia, kadang-kadang juga di jumpai kebengkakan pada rahang bawah dan menjadi lebih rentan terhadap infeksi penyakit lain. Hewan yang terserang penyakit ini biasanya menunjukkan gejala antara lain tubuh kurus, kulit kasar dan kusam, anoreksia (nafsu makan berkurang), diare, konstipasi dan apabila diseksi (dibedah) dapat dijumpai gumpalan darah di dalam abomasumnya. Infeksi kronis dapat berjalan lama karena masih adanya sejumlah cacing dalam tubuh ternak, jika disertai asupan nutrisi yang jelek maka berakibat penurunan berat badan dan disertai penurunan protein dalam tubuh. Untuk itu diperlukan penanganan penyakit yang intensif untuk memberantas penyakit ini.
Pengendalian infeksi oleh parasit cacing dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontaminasi oleh parasit serta memberikan pengobatan dengan anthelmentik (obat cacing) yang telah teruji efikasinya untuk mengeluarkan parasit dari tubuh ternak, tetapi pada kondisi krisis seperti sekarang ini harga obat cacing semakin mahal dan mungkin tidak terjangkau oleh peternak di pedesaan karena biaya penggunaan obat cacaing dapat mencapai 50% dari seluruh total anggaran biaya pengobatan. Selain itu keberadaan obat hewan khususnya obat cacing cukup langka di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Tetapi penggunaan anthelmentik sendiri dikhawatirkan menimbulkan dampak-dampak negatif diantaranya dapat mengkontaminasi produk hewan (daging dan susu) dan dimungkinkan dapat terjadi resistensi, intoksikasi akibat pemakaian dosis yang berlebihan serta adanya residu dalam tubuh hewan disebabkan parasit cacing memiliki kemampuan genetika untuk mengembangkan sifat kebal terhadap anthelmentik (drug resistant). Kondisi tersebut dapat disiasati dengan penggunaan obat obatan tradisional sebagai alternatif pengobatan infeksi cacing yaitu dengan menggunakan tanaman-tanaman yang dengan mudah didapatkan di sekitar peternakan kambing serta mudah pula pengolahannya. Tanaman-tanaman yang dimaksud antara lain daun/getah pepaya, bawang putih, pinang, kulit nanas dan mengkudu.

Nanas (serbuk kulit buah)
Nanas merupakan salah satu jenis tanaman yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi cacing pada kambing, khususnya cacing klas Nematoda. Beberapa hasil penelitian telah membuktikan keampuhan nanas sebagai obat cacing (anthelmentik) baik secara in vitro maupun in vivo. Hasil penelitian telah membuktikan bahwa perasan buah nanas mempunyai efek terhadap cacing Ascaridia galli secara in vitro. Selain itu serbuk buah nanas yang dicampur dengan molasses juga mempunyai fungsi sebagai obat cacing seperti yang dilaporkan di Filipina, cukup efektif untuk menanggulangi infeksi cacing pada sapi, kambing maupun domba, sedangkan dalam bentuk bolus dengan dosis 200 mg/kg berat badan berhasil menurunkan jumlah telur cacing dalam faeces kambing. Sementara itu uji terhadap telur cacing menunjukkan bahwa ekstrak methanol kulit buah nanas tua asal Bogor dengan kepekatan 0,06%, kulit buah tua asal Subang 0,125% dan 0,03% secara bermakna berhasil mencegah telur untuk tidak menetas menjadi larva cacing H. contortus.
Pembuatan obat cacing dari kulit buah nanas cukup mudah, yaitu :
- Kulit buah nanas dipotong-potong ± 1 cm, dikeringkan selama 10-14 hari dalam suhu kamar, kemudian digiling hingga menjadi serbuk
- Serbuk kulit nanas (750 mg-1250 mg) dimasukkan dalam 100 ml air, kemudian diaduk sampai rata lalu diperas dengan menggunakan kain dan hasil perasan diminumkan ke ternak

Pepaya (Getah/Perasan Daun/Biji/Akar)

1. Getah pepaya
- Buah pepaya muda yang masih menggantung di pohon ditoreh membujur sedalam 1-5 mm dengan jarak torehan 1-2 cm
- Pada tempat torehan, getah yang keluar ditampung dengan wadah dari plastik yang diikatkan pada buah pepaya dengan selotip
- Tiap 100 ml getah yang tertampung ditambah dengan 2 tetes larutan Natrium Bisulfit 30% untuk mencegah oksidasi
- Jemur dibawah sinar matahari atau oven pada suhu 30-60oC sampai kering
- Getah yang sudah kering dihaluskan menjadi serbuk
- Serbuk getah pepaya dicampur dengan air dengan perbandingan 1:5
- Larutan tersebut dimunimkan atau diberikan lewat mulut menggunakan selang yang langsung ditujukan ke rumen
- Dosis untuk ternak : 1,2 gram/kg BB, setiap minggu 3 kali pemberian
2. Daun Pepaya
- Ambil 2-3 lembar daun pepaya yang tidak terlalu muda atau tua, haluskan dengan menambahkan sedikit air matang/bersih
- Peras dan saring larutan tersebut
- Hasil perasan diminumkan ke ternak sebanyak 2-3 sendok makan atau disesuaikan dengan berat badan ternak, setiap minggu 3 kali pemberian
2. Biji Pepaya
Cara 1 : ambil 1 sendok makan biji pepaya, tambahkan sedikit air, haluskan dengan blender, tambahkan 1 sendok makan madu lalu minumkan ke ternak
Cara 2 : biji pepaya dikeringkan lalu giling hingga menjadi serbuk, ambil sebanyak 10 gram dan didihkan bersama 150 ml air hingga larutan mendidih dan berkurang setengahnya, lalu minumkan ke ternak. Pemberian larutan sebaiknya 2 jam sebelum diberi pakan. Untuk pengobatan dapat diberikan 1 kali sehari semala 2-3 hari.
3. Akar Pepaya
Ambil 10 gram akar pepaya yang sudah dikeringkan, tambahkan 100 ml air dan didihkan hingga larutan berkurang setengahnya kira-kira selama 15 menit, lalu disaring dan airnya diminumkan ke ternak

Pinang
Biji buah pinang telah lama digunakan oleh masyarakat sebagai campuran mengunyah sirih, tetapi ternyata biji buah pinang ini juga cukup efektif digunakan sebagai obat cacing. Selain mudah didapat, cara pembuatannya pun cukup mudah diantaranya :
Cara 1 :
Ambil 10 biji buah pinang yang hampir matang/tua, tumbuk hingga halus dan cairannya diminumkan ke ternak
Cara 2 :
- Ambil 10 biji buah pinang, ditumbuk halus, kemudian digoreng tanpa minyak (disangrai) atau bisa juga dijemur hingga kering lalu tumbuk sampai halus.
- Ambil 1 sendok makan hasil sangrai tersebut, kemudian campur dengan 250 ml air matang dan minumkan ke ternak
- Dosis pemberian : 30-50 cc untuk setiap ekor kambing dewasa dengan pemberian 1 bulan sekali. Untuk pengobatan dapat diberikan 1 kali sehari selama 2-3 hari dan biasanya cacing akan keluar dalam waktu 24-48 jam.
Yang perlu diperhatikan :
- Pengobatan ini dilakukan untuk kambing yang sedang bunting
- Sebelum pemberian obat, kambing dipuasakan dahulu selama 12 jam
- Setelah diobati kambing jangan diberi makan dahulu sampai 6 jam

4. Bawang Putih
Khasiat bawang putih sebagai obat cacing sudah tidak diragukan lagi, terutama untuk melawan infestasi cacing klas nematoda. Keuntungan lainnya adalah adanya kandungan antibiotika alami yang cukup aman dan tidak meninggalkan residu pada ternak sehingga dapat pula digunakan pada hewan yang masih muda.
Pembuatan obat cacing dari bawang puith adalah sebagai berikut:
- 2-3 siung bawang putih segar dihancurkan/ditumbuk dan perasannya langsung diminumkan ke ternak, atau bisa juga dicampur dengan konsentrat.
- Dapat juga digunakan daun bawang putih yang ditumbuk dan atau diberikan langsung ke ternak

5. Biji Labu Kuning
Sebagai anthelmentik, biji labu kuning relatif aman untuk kambing muda dan kambing yang sedang bunting maupun laktasi. Caranya adalah dengan menghaluskan biji labu kuning mentah sebanyak 50 gram, diberikan ke ternak dua kali sehari dalam kondisi perut kosong. Untuk pengobatan lakukan pemberian biji labu kuning selama seminggu berturut-turut, lalu lanjutkan dua minggu kemudian.

6. Mentimun
Pemberian buah mentimun segar dapat mencegah terjadinya infestasi cacing. Untuk pengobatan dapat dilakukan pemberian sekali sehari selama 5-7 hari.

Untuk pengendalian dan pencegahan selanjutnya perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pemberian ransum/makanan yang berkualitas dan cukup jumlahnya.
2. Menghindari kepadatan dalam kandang (Over Crowded).
3. Memisahkan antara ternak muda dan dewasa.
4. Memperhatikan konstruksi dan sanitasi (kebersihan lingkungan)
5. Menghindari tempat -tempat yang becek.
6. Menghindari pengembalaan yang terlalu pagi.
7. Melakukan pemeriksaan kesehatan (pemeriksaan feses) secara teratur.
8. Segera pisahkan ternak yang terlihat sakit dan kumpulkan kembali apabila telah benar-benar sembuh.

Last but no least, jika sakit berlanjut segera hubungi dokter hewan terdekat.

(CT-115)

PRODUK-PRODUK DAGING OLAHAN TINGKATKAN RESIKO KANKER USUS

Dewasa ini telah banyak dikembangkan berbagai macam olahan daging komersial yang cukup laris di pasaran seperti nugget maupun sosis, baik yang terbuat dari daging ayam, sapi maupun ikan yang dikemas dalam bentuk yang cukup menarik dan membuat semua orang baik tua maupun muda pasti tergoda akan kelezatannya. Padahal dibalik kenikmatan rasanya, makanan olahan yang kaya gizi ini ternyata juga mengandung lenak dan kolesterol dengan kadar yang cukup tinggi sehingga dapat mengganggu kesehatan konsumen. Bahkan para ahli di Inggris telah memperingatkan bahwa sepotong sosis dapat meningkatkan resiko kanker usus apabila terlalu sering mengkonsumsi makanan nan lezat ini, dimana tiap 50 gram konsumsi daging olahan ini setiap hari terbukti dapat meningkatkan resiko kanker sebesar 20 persen. Untuk itu diharapkan lebih berhati-hati dalam memilih makanan olahan daging yang siap saji.
Sosis maupun nugget merupakan produk polahan daging yang mempunyai nilai gizi tinggi. Komposisi gizinya berbeda-beda, tergantung pada jenis daging yang digunakan dan proses pengolahannya. Produk olahan tersebut kaya energi sehingga dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat, namun kandungan kolesterol dan sodiumnya cukup tinggi, sehingga berpotensi menimbulkan penyakit jantung, stroke, dan hipertensi jika dikonsumsi cukup sering dan berlebihan. Bahkan seiring dengan berkembangnya industri pangan, saat ini telah dikembangkan sebuah inovasi baru, yaitu sosis siap makan tanpa perlu dimasak atau dipanaskan terlebih dulu. Dengan begitu, sosis dapat dimakan sebagai snack. Saat ini juga mulai banyak dijual sosis steril, yaitu sosis yang dibuat melalui proses sterilisasi sehingga awet untuk disimpan pada suhu kamar, selama beberapa waktu. Sosis tersebut tinggal dibuka dari kemasannya dan langsung dapat dimakan yang cukup dikenal dalam motonya “Tinggal Lebb, tinggal lebb…!!!” dan cukup menarik minat konsumen terutama anak-anak yang sangat gemar makan makanan siap saji.
Pada pembuatan sosis, bahan pengawet yang sering digunakan adalah nitrit. Aktivitas antibakteri nitrit telah diuji dan ternyata efektif untuk mencegah pertumbuhan bakteri Clostiridium botulinum, yang dikenal sebagai bakteri patogen penyebab keracunan makanan. Nitrit dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan spora Clostiridium botulinum, Clostiridium perfringens, dan Stapylococcus aureus pada daging yang diproses.
Selain sebagai pengawet, fungsi penambahan nitrit pada proses kuring daging adalah untuk memperoleh warna merah yang stabil. Nitrit akan terurai menjadi nitrit oksida, yang selanjutnya bakal bereaksi dengan mioglobin membentuk nitrosomioglobin.
Meskipun nitrit sebagai salah satu bahan tambahan pangan memberikan banyak keuntungan, ternyata dari berbagai penelitian telah dibuktikan bahwa nitrit dapat membentuk nitrosamin yang bersifat toksik dan karsinogenik. Nitrosodimetilamin hasil reaksi nitrit dapat menyebabkan kerusakan pada hati dan bersifat karsinogen kuat yang bisa memicu penyakit tumor pada beberapa organ tikus percobaan.
Jenis bahan pengawet dan dosis maksimum yang diizinkan pada sosis berdasarkan SNI 01-0222-1995 adalah belerang dioksida (450 mg/kg), kalium nitrat (500 mg/kg), kalium nitrit (125 mg/kg), natrium nitrat (500 mg/kg), serta natrium nitrit (125 mg/kg). Jenis pewarna yang biasa digunakan pada sosis adalah eritrosin dan merah allura, masing-masing dengan kadar maksimal 300 mg/kg.
Ketentuan mutu sosis berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995) adalah: kadar air maksimal 67 persen, abu maksimal 3 persen, protein minimal 13 persen, lemak maksimal 25 persen, serta karbohidrat maksimal 8 persen. Kenyataannya, banyak sosis di pasaran yang memiliki komposisi gizi jauh di bawah standar yang telah ditetapkan. Hal tersebut menunjukkan pemakaian jumlah daging kurang atau penggunaan bahan tidak sesuai komposisi standar sosis. Untuk itu kepada para konsumen khususnya para ibu-ibu diharapkan dapat berhati-hati dalam memilih makanan olahan bagi keluarganya terutama anak-anak. Dalam memilih produk olahan daging sebaiknya perhatikan dan baca dengan seksama label produk sebelum memutuskan untuk membeli dan mengkonsumsinya.
Guna mensiasati keinginan keluarga terutama anak-anak yang gemar makan produk daging olahan komersial, ada baiknya apabila kita dapat membuat daging olahan sendiri yang lebih terjamin kualitasnya dan tentu saja bebas bahan pengawet maupun pewarna. Berikut dijelaskan cara pengolahan daging ayam menjadi nugget ayam yang dapat dibuat dengan mudah dan tentu saja lebih terjamin kualitasnya.
Adapun bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan nugget diantaranya:
- 250 gram daging ayam giling
- 1 lembar roti tawar
- 2 butir telur
- 1% lada halus, 2% bawang putih halus dari berat ikan dan garam secukupnya
- 1 biji pala dihaluskan
- 2 buah putih telur
- 0,5 kg tepung roti/panir
- minyak goring secukupnya
Sedangkan cara pengolahan nugget ayam adalah sebagai berikut:
- daging ikan digiling, roti dan telur diblender/mixer
- ditambah bumbu berupa garam, pala, lada, bawang putih dan diaduk sampai rata kurang lebih 5-10 menit
- adonan yang sudah jadi dimasukkan ke dalam cetakan/loyang yang sudah diolesi dengan minyak sayur dan dilapisi kertas roti
- setelah adonan dituangkan ke dalam loyang, selanjutnya dikukus kurang lebih 30 menit dari saat air dalam dandang mendidih
- tanda adonan matang, apabila adonan ditusuk dengan lidi maka terasa kalis dan tidak lengket
- selesai pengukuran adonan dalam cetakan diangkat dan didinginkan
- setelah dingin adonan nugget diambil dari dalam cetakan dan dipotong seperti jari (menurut selera)
- potong kecil nugget dan diberi panir, kemudian dicelupkan kedalam putih telur dan diberi panir lagi
- selanjutnya digoreng dalam minyak panas terceup semua sampai berubah warna kecoklatan.

Selamat mencoba dan menikmati!!!
(CT-115)

MANFAAT SUPPLEMENTASI PROBIOTIK DALAM PAKAN TERNAK

Penggunaan antibiotik atau antimikrobial sebagai bahan aditif dalam pakan telah berlangsung lebih dari 40 tahun. Senyawa antibiotik tersebut digunakan sebagai terapi maupun sebagai bahan aditif (growth promoter) dalam jumlah relatif kecil namun dapat meningkatkan efisiensi pakan (feed efficiency) dan reproduksi ternak sehingga penggunaan bahan aditif tersebut memberikan keuntungan yang lebih besar bagi peternak. Namun akhir-akhir ini penggunaan senyawa antibiotik tersebut mengalami penurunan, disebabkan beberapa hal diantaranya munculnya efek samping berupa residu antibiotik pada produk daging, telur dan susu yang dapat membahayakan konsumen yang mengkonsumsi produk-produk hewan tersebut serta dapat mengakibatkan resistensi mikroorganisme patogen dalam tubuh manusia sebagai konsumen maupun pada ternak itu sendiri (terutama bakteri-bakteri patogen seperti Salmonella, E. coli dan Clostridium perfringens ). Penggunaan senyawa antibiotik ini memang telah menjadi perdebatan yang sangat sengit antara para ilmuwan di beberapa negara Eropa sehingga saat ini sudah tidak mendapat tempat dengan diberlakukannya peraturan untuk membatasi atau melarang penggunaan zat aditif tersebut dalam pakan ternak, diantaranya Swedia tahun 1986, Denmark tahun 1995, Jerman tahun 1996 dan Swiss tahun 1999. Selanjutnya Masyarakat Uni Eropa berdasar regulasi nomor 1831/2003 menetapkan tonggak pemusnahan berbagai macam antibiotik dimana selama beberapa dekade terakhir merupakan sustan yang kerap digunakan oleh peternak di berbagai belahan dunia, akan tetapi pelarangan itu tidak menyeluruh, hanya terbatas pada jenis antibiotik tertentu misalnya avoparcin (Denmark), vancomycin (Jerman), spiramycin, tylosin, virginamycin dan chinoxalins (Uni Eropa). Hingga kini hanya tersisa empat antibiotik yang masih diizinkan penggunaannya dalam ransum ternak pada masyarakat Eropa yaitu flavophospholipol, avilamycin, monensin-Na dan salinomycin-Na.
Seperti yang dilaporkan di North Carolina (Amerika Serikat), penggunaan antibiotik pada ternak unggas mengakibatkan resistensi ternak terhadap Enrofloxacin, merupakan salah satu antibiotik yang direkomendasikan untuk membasmi bakteri Escherichia coli (Samadi, 2002). Namun tidak dapat dipungkiri bahwa tanpa antibiotik terutama sebagai growth promotor, produksi ternak akan mengalami kemerosotan. Kontrol bakteri yang selama ini diperankan oleh Antibiotic Growth Promotor (AGP) hilang sehingga produksi terganggu oleh aktivitas bakteri patogen. Untuk itu perlu adanya upaya yang tidak bersifat kimiawi namun mampu mengambil alih tugas AGP dalam mengkontrol bakteri patogen. Sejumlah upaya telah dilakukan untuk mengembangkan alternatif yang sesuai untuk mengatasi dampak yang merugikan dengan pelarangan penggunaan antibiotik. Salah satunya dengan menggunakan bakteri.
Pada dasarnya sistem pengendalian bakteri untuk mengendalikan bakteri di dalam tubuh ada empat macam cara yakni (1) probiotik merupakan cara dimana ternak diberi tambahan bakteri tertentu, (2) prebiotik merupakan cara dimana ternak diberi tambahan nutrisi yang ditujukan untuk memberi media tumbuh bagi bakteri tertentu, (3) acidifire merupakan cara dimana tubuh ternak diberi tambahan makanan yang berfungsi untuk membantu menciptakan suasana asam di saluran pencernaan, dan (4) enzim merupakan zat yang berfungsi untuk membantu pencernaan zat makanan agar lebih mudah diserap oleh tubuh ternak. Namun dari keempat cara tersebut diatas, probiotik merupakan cara yang paling murah dan mudah didapat.
Saat ini penggunaan probiotik untuk memperbaiki produktivitas ternak semakin banyak menarik perhatian para peneliti maupun praktisi peternakan. Probiotik yang didefinisikan sebagai substrat mikroorganisme yang diberikan kepada manusia atau ternak melaui makanan dan memberikan efek positif dengan cara memperbaiki keseimbangan mikroorganisme alami di dalam saluran pencernaan, bila diberikan pada ternak dalam periode pertumbuhan akan berdampak lebih nyata. Probiotik dapat mengandung satu atau sejumlah strain mikroorganisme, dalam bentuk powder, tablet, granula atau pasta dan dapat diberikan kepada ternak secara langsung melalui mulut atau dicampur dengan air maupun pakan. Probiotik yang umum digunakan pada ternak dibagi menjadi dua kelompok yaitu, yang berasal dari bakteri dan fungi. Bakteri yang umum digunakan sebagai probiotik pada ternak berasal dari genus Bacillus, Bifidobacterium, Lactobacillus dan Streptococcus. Sementara itu, fungi yang umum digunakan adalah Aspergillus oryzae dan Saccharomyces cerevisae. Beberapa genus lain seperti Leuconostoc, Pediococcus dan Propionibacterium dapat juga digunakan sebagai probiotik pada ternak (Fuller, 1992). Mikroba tersebut dapat digunakan sebagai probiotik baik dalam bentuk tunggal maupun kombinasi beberapa spesies misalnya probiotik komersial antara lain Starbio, probiotik ”Tumbuh”, Probion, Bioplus, EM4 dan sebagainya.
Penggunaan probiotik dalam ransum ayam dilaporkan tidak menimbulkan efek samping, namun penggunaan beberapa tipe probiotik akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap produktivitas ayam. Probiotik juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pakan ternak tanpa mengakibatkan terjadinya proses penyerapan komponen probiotik dalam tubuh ternak, sehingga tidak didapatkan efek residu pada ternak yang menggunakannya (Bijanti, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Zainuddin dan Wahyu (1996) tentang pengaruh penggunaan probiotik dalam ransum ayam buras terhadap produksi dan kualitas telur, kadar air feses dan nilai ekonomis membuktikan bahwa ransum dengan 0,25% probiotik menunjukkan peningkatan produksi telur sebanyak 19-26%, pertambahan bobot telur, pengurangan kadar iar dalam faeces (faeces lebih kering), bau faeces berkurang dan peningkatan income over feed sebesar 43%.
Pada penelitian sapi potong dan sapi perah di Jawa Barat membuktikan bahwa pemberian probiotik mampu menaikkan produksi susu 15-20% dan produksi daging 20% sehingga dapat menekan biaya produksi. Pada sapi potong pemberian probiotik menunjukkan pertambahan kenaikan produksi daging mencapai 0,43 kg per ekor per hari pada sapi Brahman Cross dan kenaikan calving rate 50% yaitu dari rata-rata 1,5 menjadi 1 per ekor per tahun atau dari rata-rata 2 ekor anakan dalam 3 tahun menjadi 3 ekor anakan dalam 3 tahun pada sapi jenis Peranakan Onggole.
Produk-produk probiotik juga mampu menurunkan kadar kolesterol yang menjadi momok menakutkan bagi masyarakat kelas menengah ke atas. Dengan pemanfaatan probiotik, kini telah muncul produk ternak seperti telur rendah kolesterol, daging sapi rendah kolesterol, daging broiler bebas residu antibiotik dan banyak produk organik yang lain. Selain itu juga telah tersedia produk probiotik juga mampu mengurangi bau kandang yang berasal dari kotoran ternak. Produk probiotik tersebut mampu mendekomposisi limbah dan kotoran ternak untuk dijadikan kompos yang dapat dimanfaatkan untuk pertanian.
Probiotik dapat dibuat dengan biaya relatif murah dan merupakan produk yang ramah lingkungan. Probiotik dapat juga digunakan untuk meningkatkan mutu pakan ternak, misalnya dedak padi. Berikut dijelaskan tips mengenai penyimpanan pakan ternak menggunakan probiotik. Langkah pertama yang dilakukan adalah membuat adonan kultur sebagai berikut:
1. Sediakan pakan jadi berbentuk tepung (dedak) sebanyak 20 kg
2. Campurkan ¼ liter probiotik, ¼ liter tetes tebu dan air 10 liter
3. Fermentasikan selama 24 jam
4. Adonan ditempatkan di dalam wadah drum plastik dan ditutup rapat selama 3 hari
Adonan tersebut siap digunakan dan sebaiknya disimpan di tempat sejuk serta hindarkan dari sinar matahari dan air secara langsung. Adonan dapat disimpan dan bertahan selama 1 bulan. Sedangkan dosis dan cara penggunaannya adalah sebagai berikut:
1. Untuk ayam starter sediakan 100 kg pakan tepung dan campur sampai rata dengan 7,5 kg adonan kultur
2. Untuk ayam petelur (layer), adonan kultur 5 kg dicampur ke dalam 100 kg pakan jadi tepung
Cara ini dapat digunakan untuk meningkatkan mutu bahan baku seperti dedak, jagung atau campuran keduanya dengan cara yang sama dengan membuat kultur. Selain itu cara ini juga dapat digunakan untuk meningkatkan mutu dedak yang tengik atau menggumpal. Semoga tips ini dapat bermanfaat. Selamat mencoba! (CT-115)

Sumber :

Samadi. 2002. Probiotik Pengganti Antibiotik dalam Pakan ternak. Koran Kompas tanggal 13 September 2002.
Utomo, D. 2002. Apakah Probiotik itu? Pemanfaatan Bakteri untuk Kesejahteraan Hewan ternyata Banyak ragamnya. Infovet Edisi 094-Mei 2002. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Estrada, A. 1997. Advances in feed products through probiotics. Feed Notes. A publication of the Prairie Feed Resource Center. University of Saskatchevan. Canada
Fuller, R. 1989. History and development of probiotics. In: Probiotics The Scientific Basis. Fuller. (Ed). Chapman & Hall. London, New York, Tokyo, melbourne, madras.

Selasa, 11 Mei 2010

PENYAKIT-PENYAKIT PADA SAPI DAN CARA PENGOBATAN TRADISIONALNYA

Peternakan merupakan sub sektor pertanian yang cukup memberi andil besar dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat terutama protein hewan yang sangat berguna untuk kesehatan maupun kecerdasan otak. Protein hewani yang dimaksud disini adalah yang didapatkan dari daging sapi. Namun ketersediaan daging sapi di dalam negeri cukup terbatas dikarenakan rendahnya populasi sapi yang dimiliki oleh para peternak sapi akibat munculnya berbagai macam penyakit yang cukup meresahkan para peternak, sedangkan biaya pengobatannya pun cukup mahal. Untuk itu dalam tulisan ini saya akan mencoba merangkum beberapa penyakit yang sering menyerang ternak sapi dan cara pengobatan tradisionalnya, baik yang belum maupun yang sudah saya lakukan.

DIARE
Diare merupakan sebuah kata umum yang digunakan untuk menggambarkan keadaan sapi yang mengalami sakit mencret. Diare pada ternak khususnya sapi bukan merupakan sebuah penyakit, tapi lebih merupakan tanda atau gejala klinis dari sebuah penyakit yang lebih komplek yang bisa disebabkan oleh berbagai hal. Pada dasarnya diare adalah sebuah gejala klinis yang menunjukkan adanya perubahan fisiologis atau patologis di dalam tubuh terutama saluran pencernaan. Gejala yang bisa kita perhatikan dari mencret meliputi perubahan konsistensi (keras atau tidaknya) feses, warna feses, bau feses, dan keberadaan benda atau bahan yang terbawa di dalam feses pada waktu feses keluar. Untuk itu harus dibedakan gejala yang terjadi karena pengobatannya pun akan berbeda.
Penyebab Diare
Penyebab timbulnya diare pada ternak sapi dapat dibedakan menjadi 2 yakni :
1. Faktor / Perubahan Fisiologis
Ciri-ciri :
- Tubuh masih terlihat sehat (tidak pucat dan tidak lesu)
- Masih mau makan
- Feses lembek sampai cair tanpa disertai perubahan lainnya (tidak berbau, berlendir atau disertai bercak darah/segmen-segmen cacing)

Gejala yang terjadi diatas merupakan diare yang disebabkan oleh perubahan fisiologis misalnya perubahan lingkungan ternak, meliputi perubahan pakan, perpindahan ternak, perubahan cuaca, dan pergantian pemeliharaan. Untuk itu cara penanganannya adalah dengan tidak melakukan perubahan yang mendadak dalam hal pakan, perpindahan lokasi kandang dan sebagainya agar ternak tidak stres. Selain itu untuk mengganti cairan tubuh yang hilang maka diberikan cairan elektrolit terutama air, bikarbonat, sodium dan potassium atau larutan garam agar tidak terjadi dehidrasi yang lebih lanjut. Berikut disajikan resep cairan elektrolit yang dapat digunakan sebagai pertolongan pertama untuk mengatasi diare :

• 3 kotak kecil kaldu sapi instan (bisa juga menggunakan 1 sachet kaldu sapi)
• 1 sachet agar agar bubuk
• 2 sendok garam
• 2 sendok soda kue/baking soda/sodium bicarbonate/NaHCO3 (Anonimusa, 2006)
Selain untuk mengembalikan keseimbangan cairan tubuh juga diperlukan pengobatan untuk mengurangi gejala yang terjadi agar tidak menjadi lebih parah.

2. Faktor Penyakit/Agen Infeksi
Diare dapat juga disebabkan oleh agen-agen infeksi, diantaranya bakteri, virus ataupun parasit. Gejala klinisnya pun berbeda dengan diare yang disebabkan oleh perubahan fisiologis, diantaranya adalah:
- Diare profus (terus-menerus)
- Feses lembek sampai cair, berwarna gelap/kehitaman, berbau busuk, kadang disertai lendir, bercak darah/segmen cacing yang keluar dari lubang anus
- Tubuh terlihat kurus, pucat, lemah dan lesu
- Dari mata dan hidung keluar eksudat / lendir
- Bulu kasar, kaku dan rontok
- Nafsu makan menurun
- Merejan/merintih
- Punggung melengkung
- Jalan sempoyongan atau bahkan sampai ambruk
Penanganan bagi ternak yang terkena diare dengan gejala klinis seperti di atas selain dengan cara penggantian cairan tubuh yang hilang sebagai pertolongan pertama juga dilakukan pengobatan untuk menghentikan gejala diare atau mengatasi penyebab diare. Berikut ada beberapa resep lain yang dipercaya masyarakat dapat digunakan untuk menangkal diare pada sapi, baik sapi pedet maupun sapi dewasa gejala diare yang masih dalam stadium awal :
a. Bahan : arang tempurung kelapa
Cara membuat :
- Tumbuk halus arang tempurung kelapa.
- Ayak, lalu tampung dalam wadah yang mudah disimpan.
Cara Pengobatan
Untuk mengobati sapi berikan sebanyak 50 gram per oral
b. Bahan : Minyak kelapa 500 ml
Cara Pengobatan :
Minumkan untuk pengobatan seekor sapi
c. Bahan : daun jambu biji 200-300 kg
Cara pengobatan : diberikan secara langsung maupun bisa ditumbuk, ditambahkan sedikit air lalu diminumkan ke ternak. Dosis untuk seekor sapi
d. Daun nangka maupun buah nangka yang masih muda dan baru tumbuh diberikan secara langsung maupun ditumbuk dan dicampur sedikit air lalu diminumkan ke ternak
e. Campur dan haluskan temu ireng, kunir, kencur, lempuyang dan tempe busuk masing-masing 200-300 gram, dimasukkan ke dalam plastik dan didiamkan selama 1 malam lalu diperas. Hasil perasan diminumkan 3 kali sehari selama 2 hari.
f. Campur dan haluskan lempuyang 3 biji, gula pasir 250 gram lalu tambahkan 10 liter air masak dan diminumkan ke ternak dengan dosis 1 liter/ekor 3 kali sehari (Anonimus, 1994)
• Pisahkan sapi dara dan sapi yang lebih dewasa, tingkat imunitas dari pedet yang dilahirkan sapi dara secara umum lebih rendah daripada pedet yang dilahirkan sapi dewasa.
• Hindari tempat melahirkan yang basah dan lembab, proses kelahiran dapat dilakukan di padang penggembalaan apabila cuaca dan tempat memungkinkan. Lingkungan ideal untuk melahirkan adalah padang/lapangan rumput yang tidak terlalu curam, tersedia penahan angin (windbreak), cuaca hangat dan kering. Ingatlah bahwa penyebab diare adalah udara lembab, dingin, basah dan lingkungan yang kotor.
• Apabila melahirkan di tempat yang sempit, apabila kondisi memungkinkan, pindahkan induk dan anak ke lapangan rumput yang bersih segera setelah melahirkan. Lindungi pedet (dengan kandang portable) dari udara dingin, hujan atau serangan binatang buas
• Isolasi pedet yang diare secepat mungkin. Bersihkan dan desinfeksi lingkungan kandang. Isolasi sedini mungkin sangat kritis untuk menghindari penyebaran diare pada pedet lain.
• Pastikan induk dan anak dalam kondisi yang baik, terapkan program pakan dan nutrisi untuk memastikan ternak tumbuh sehat dan kuat.
• Berikan larutan iodine (betadine, atau minimal obat merah) pada ari ari pedet, sedini mungkin setelah dilahirkan.
• Minta saran dokter atau mantri hewan mengenai vaksinasi atau perawatan kesehatan yang dapat diberikan

KEMBUNG (TYMPANI/BLOAT)
Penyakit kembung perut yang diderita sapi, dapat menyebabkan kematian karena struktur organ sapi yang unik. Dimana pada sapi, jantungnya terletak disebelah kanan perut, bukan dibagian dada seperti halnya manusia. Hal tersebut akhirnya menyebabkan jantung sapi terhimpit oleh angin dan asam lambung saat menderita kembung. Karena kembung yang terjadi, mendesak dan mengakibatkan perut sapi membesar kesamping. Kematian pada sapi yang menderita kembung perut, biasanya rentan terjadi karena ketidaktahuan dan salah penanganan oleh peternak. Saat sapi mengalami kelumpuhan dengan perut yang kembung, banyak peternak yang memposisikan sapi mereka telentang. Hal itu menyebabkan, jantung sapi terhimpit dengan lebih cepat. Namun penyakit kembung perut tidak membahayakan atau menular kepada binatang lain atau manusia, daging sapi yang terserang penyakit inipun masih aman untuk dikonsumsi (Purnomo, C. 2010).

Gejala Klinis Kembung
• perut bagian kiri atas membesar dan cukup keras, bila ditepuk akan terasa ada udara dibaliknya, dan berbunyi seperti tong kosong
• ternak merasa tidak nyaman, menghentakkan kaki atau berusaha mengais-ais perutnya
• ternak sulit bernafas atau bernafas melalui mulut
• sering berkemih/kencing dan mengejan
• hidung kering
• nafsu makan turun/tidak mau makan sama sekali
• pada kasus yang berat akhirnya tidak dapat berdiri dan mati

Cara Pencegahan
1. Jangan memberikan hijauan atau leguminosae segar, apalagi yang berusia muda di pagi hari. Berikan sarapan pada sapi rumput kering atau hijauan yang telah dilayukan. Beberapa penelitian menyebutkan, pelayuan selama 2 – 3 jam sudah cukup menurunkan kandungan air. Suatu kebiasaan yang baik apabila peternak memberikan terlebih dahulu hijauan yang dipanen pada hari kemarin untuk diberikan pada pagi hari ini. Bila tidak tersedia hijauan kering, berikan konsentrat atau hijauan segar dalam kuantitas yang kecil dan perlahan-lahan.
2. Jangan lepaskan ternak di padang penggembalaan di pagi hari apalagi dalam keadaan perut kosong. Awali dengan rumput kering untuk meredakan nafsu makan atau tunggu ketika matahari mulai naik dan embun sudah menguap. Hal yang sama juga berlaku apabila rumput penggembalaan basah oleh air hujan.
3. Observasi ternak di padang penggembalaan minimal 2 jam setelah diumbar. Pada rentang waktu ini biasanya bloat terjadi. Bila terlihat ada gejala, jangan terburu-buru menariknya dari grazing area, seringkali bloat dapat sembuh dengan sendirinya. Apabila gejala berlanjut, segera beri tindakan.
4. Pastikan perut ternak terisi rumput kering/hay/serat sebelum digembalakan pada awal musim hujan. Hal ini akan mengurangi asupan rumput segar sehingga memungkinkan rumen lebih mudah beradaptasi dengan menu baru yang segar perlahan-lahan.
5. Berikan hijauan dalam bentuk kasar. Jangan potong kecil-kecil hijauan. Semakin kasar potongan hijauan (misalnya hijauan utuh) akan semakin lambat mikrobial rumen mencerna sehingga meminimalkan kemungkinan bloat.
6. Cara pemberian hijauan (dan konsentrat) sedikit demi sedikit tapi dengan frekuensi yang sering adalah paling baik, sayangnya ini akan merepotkan peternak sendiri.
7. Beberapa ternak seringkali mengalami bloat berulang yang kronis. Mungkin disebabkan oleh faktor genetis. Bisa dipertimbangkan untuk di afkir saja.
8. Karena sebagian besar penyebab bloat adalah proses pencernaan oleh mikroorganisme, pemberian probiotik terutama pada sapi muda dapat membantu memperbaiki fungsi rumen.

Cara Pengobatan
1. Ganti menu hijauan segar dengan daun kering/hay. Hal ini akan membantu pada bloat ringan. Membawa ternak berjalan-jalan juga dapat membantu.
2. Bila masih berlanjut, berikan anti foam. Secara tradisional berupa minyak nabati atau lemak. Minyak bertugas sebagai pengurai buih, dapat menggunakan minyak nabati atau minyak sayur atau minyak goreng pada dosis 150 – 300 ml segera setelah bloat terdeteksi. Susu murni sebanyak 1 liter juga dapat dijadikan alternatif untuk membuyarkan buih. Obat modern anti foam untuk mengobati timpani juga tersedia dalam berbagai merek, dapat diperoleh di toko-toko obat hewan.
3. Dengan menggunakan selang (ukuran ¾” sampai 1” diameter) sepanjang 2 – 3 meter yang dilumuri dengan minyak, dimasukkan melalui mulut melalui esophageal (tenggorokan) sampai mencapai rumen untuk membantu mengeluarkan gas dari dalam rumen. Selang ini sering disebut selang esophagus/stomach tube. Cara ini terkadang berhasil namun cukup berbahaya karena dapat menganggu bagian dalam ternak. Sebaiknya mintakan saran pada dokter hewan atau latihlah dahulu sebelum bloat terjadi.
4. Apabila cara diatas tidak terlihat manjur dan kondisi ternak sudah tidak bisa berdiri sementara dokter hewan belum datang, anda harus melepaskan tekanan gas dengan paksa dengan cara melubangi dinding perut sapi. Bisa dengan menggunakan trokar (semacam penusuk, mirip paku tapi lebih besar) yang ditusukkan pada perut kiri atas, di belakang tulang rusuk. Gas yang terjebak dapat keluar melalui lubang tersebut. Apabila trokar tidak tersedia, sembarang alat yang tajam sepeti jarum suntik, jarum besar atau paku dan pisau bisa juga digunakan untuk membuat lubang sedalam kira-kira 2.5cm. Setelah ditusukkan, pisau jangan dicabut, tapi diputar miring sehingga gas bisa keluar. Namun demikian tindakan ini sebaiknya dipandang sebagai cara terakhir, karena bila salah dapat merobek rumen. Apabila ini terjadi dokter harus melakukan jahitan dan memberikan antibiotik untuk menghindari infeksi.

Beberapa resep tradisional lain untuk mengobati bloat yang dapat diaplikasikan antara lain:
a. Daun kentut atau sembukan 3 genggam dan bawang merah 20 buah. Parut halus daun kentut dan haluskan bawang merah. Campur kedua bahan dan tambahkan garam. Campur air dalam botol dan minumkan. Dosis untuk satu ekor sapi dewasa.
b. Getah pepaya 2 sendok makan. Garam dapur 1 sendok makan. Campurkan secara merata dan tambah air dalam botol air mineral kemudian diminumkan. Dosis untuk satu ekor sapi pedet (Anonimus, 1994)
c. Campur 100 gr asam jawa dan 100 ml air putih, diremas-remas lalu disaring dan 3 sendok makan garam yang diberikan secara terpisah. Cara pemberian obat yakni ternak dalam posisi berdiri, kepala dikondisikan mendongak, mulut dibuka, kemudian dalam kondisi mulut menganga garam dilempar dengan sedikit sentakan dan usahakan mengenai faring agar menimbulkan rasa geli sehingga memacu saraf ternak untuk batuk atau mendehem, kemudian baru larutan asam garam tersebut diminumkan sehingga sisa-sisa garam ikut tertelan. Larutan asam ini nantinya akan mengeluarkan lendir yang mengandung gas beracun dengan cepat. Sehingga, reaksi batuk ini akan memacu lendir keluar dan akhirnya ternak bisa bernafas kembali. Dosis pemberiannya dapat bertahap, tergantung tingkat serangan, umur dan berat badan. Satu formulasi larutan 100 gr asam jawa ini untuk menyembuhkan stadium awal pada ternak dewasa. Kita ambil standar ternak dewasa dalam arti satu kali melahirkan (ternak betina). Pemberian obat 3 kali sehari, 1 kali minum adalah 1 sendok teh garam atau 2 kali sehari, 2 kali minum- 1,5 sendok teh garam (Anonimusb, 2006).

PENYAKIT CACINGAN (HELMINTHIASIS)
Penyakit yang disebabkan oleh cacing merupakan kejadian yang cukup sering menyerang ternak sapi. Penyakit yang cukup sering menyerang sapi muda (pedet) dan biasanya terjadi pada musim hujan atau dalam kondisi lingkungan yang basah atau lembab ini umumnya disebabkan oleh cara pemeliharaan yang kurang diperhatikan sehingga infeksi yang parah dapat menyebabkan tingkat kematian yang cukup tinggi. Cacing memang memerlukan kondisi lingkungan yang basah, artinya cacing tersebut bisa tumbuh dan berkembang biak dengan baik bila tempat hidupnya berada pada kondisi yang basah atau lembab, selain itu perlu juga diwaspadai kehadiran siput air tawar yang menjadi inang perantara cacing sebelum masuk ke tubuh ternak.
Pada peternakan rakyat dengan sistem pemeliharaan yang masih bersifat tradisional yakni dengan membiarkan ternaknya mencari pakan sendiri meskipun pada lingkungan yang disinyalir telah terkontaminasi dengan cacing akan lebih memudahkan ternak terinfestasi cacing ketimbang sapi yang dipelihara dengan sentuhan pemeliharaan modern.

Gejala Klinis
- Diare profus (terus-menerus)
- Faeces lembek sampai encer, berlendir dan disertai keluarnya segmen-segmen cacing dari lubang anus
- Anoreksia (nafsu makan berkurang)
- Penurunan berat badan
- Bulu kasar, kusam, kaku dan berdiri (dapat dilihat pada Gambar 3.)

Cara Pengobatan
Tingginya harga obat cacing dapat disiasati dengan penggunaan obat obatan tradisional sebagai alternatif pengobatan infeksi cacing yaitu dengan menggunakan tanaman-tanaman yang dengan mudah didapatkan di sekitar peternakan kambing serta mudah pula pengolahannya. Tanaman-tanaman yang dimaksud antara lain daun/getah pepaya, bawang putih, pinang, kulit nanas dan mengkudu.
a. Bahan-bahan
- Biji lamtoro kering 20 gram
- Temu hitam 1 rimpang
- Tempe busuk 2 potong
- Terasi 1 jari
- Garam halus 1 sendok makan
Cara Membuat :
- Goreng biji lamtoro jangan sampai hangus
- Tumbuk halus temu hitam, tempe busuk, dan terasi
- Campurkan semua bahan hingga merata, kemudian tambahkan air secukupnya.
Cara Pengobatan : Minumkan untuk mengobati seekor anak sapi (Liptan BIP Irian Jaya).
b. Bahan-bahan
- jengkol 2 buah
- Bawang putih 2 buah
Cara membuat
- Parut halus jengkol
- Haluskan bawang putih
- Campurkan kedua bahan tersebut dan tambahkan garam sedikit.
Cara Pengobatan : Minumkan untuk mengobati seekor sapi (Liptan BIP Irian Jaya).
c. Getah pepaya :
- Buah pepaya muda yang masih menggantung di pohon ditoreh membujur sedalam 1-5 mm dengan jarak torehan 1-2 cm
- Pada tempat torehan, getah yang keluar ditampung dengan wadah dari plastik yang diikatkan pada buah pepaya dengan selotip
- Tiap 100 ml getah yang tertampung ditambah dengan 2 tetes larutan Natrium Bisulfit 30% untuk mencegah oksidasi
- Jemur dibawah sinar matahari atau oven pada suhu 30-60oC sampai kering
- Getah yang sudah kering dihaluskan menjadi serbuk
- Serbuk getah pepaya dicampur dengan air dengan perbandingan 1:5
- Larutan tersebut diminumkan atau diberikan lewat mulut menggunakan selang yang langsung ditujukan ke rumen
- Dosis untuk ternak : 1,2 gram/kg BB, setiap minggu 3 kali pemberian
d. Bawang Putih
Khasiat bawang putih sebagai obat cacing sudah tidak diragukan lagi, terutama untuk melawan infestasi cacing klas nematoda. Keuntungan lainnya adalah adanya kandungan antibiotika alami yang cukup aman dan tidak meninggalkan residu pada ternak sehingga dapat pula digunakan pada hewan yang masih muda.
Pembuatan obat cacing dari bawang putih adalah sebagai berikut:
- 2-3 siung bawang putih segar dihancurkan/ditumbuk dan perasannya langsung diminumkan ke ternak, atau bisa juga dicampur dengan konsentrat.
- Dapat juga digunakan daun bawang putih yang ditumbuk dan atau diberikan langsung ke ternak

Cara Pencegahan
1. Pemberian ransum/makanan yang berkualitas dan cukup jumlahnya
2. Menghindari kepadatan dalam kandang
3. Memisahkan antara ternak muda dan dewasa
4. Memperhatikan konstruksi dan sanitasi (kebersihan lingkungan)
5. Menghindari tempat -tempat yang becek
6. Menghindari pengembalaan yang terlalu pagi
7. Melakukan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan secara teratur

KURANG NAFSU MAKAN (ANOREXIA)

Anorexia memang bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala klinis yang mengikuti berbagai macam penyakit baik yang disebabkan oleh bakteri, virus maupun protozoa. Pada umumnya sapi yang terserang suatu penyakit ditandai dengan gejala anorexia dan merupakan gejala penyakit yang sering dikeluhkan pertama kali oleh para peternak kepada dokter maupun mantri hewan. Anorexia bukan hanya disebabkan oleh terserangnya penyakit saja, tetapi dapat juga disebabkan sapi tersebut stres karena pergantian jenis pakan yang mendadak, perpindahan lokasi kandang maupun transportasi yang terlalu jauh. Berikut dijelaskan ramuan penambah nafsu makan untuk ternak yang kurang sehat :
a. Daun talas 15 lembar dan garam dapur 15 sendok makan direbus 15 menit, daun yang sudah matang dijadikan pakan untuk seekor sapi.
b. Mentimun 2 buah, diparut lalu dicampur garam dapur, asam jawa, terasi dan air secukupnya. Ramuan ini adalah dosis untuk seekor sapi untuk sekali pemberian (Suwandi, 2008). (CT-115)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 1994. Obat Tradisional Ternak Sapi. Lembar Informasi BIP Irian Jaya No. 139/94. Balai Informasi Pertanian Irian Jaya.
Anonimusa. 2006. Diare pada Sapi Pedet. http://manglayang.blogsome.com/2006/04/06/kct-diare-pada-sapi-pedet/
Anonimusb. 2006. Kembung pada Sapi. http://manglayang.blogsome.com/2006/04/06/kct-2-bloat/
Purnomo, C. 2010. Waspadai Kembung Perut Ternak Sapi. Jambi Independent Online. http://www.jambi-independent.co.id/jio/index.php?option=com_content&view=article&id=6766:waspadai-kembung-perut-ternak-sapi&catid=3:jambitimur&Itemid=5
Suwandi. 2008. Jamu untuk Ternak dari Bahan-Bahan Alami di Sekitar Kita. http://ternaksapiku.blogspot.com/2008/11/jamu-untuk-ternak-dari-bahan-bahan.html