Kamis, 22 Juli 2010

Pemeriksaan Kebuntingan pada Ternak dengan Menggunakan Urine

Pemeriksaan kebuntingan ternak khususnya sapi umumnya adalah lewat explorasi rectal, namun ternyata di sebuah veterinary college di Bangalore India telah dilakukan penelitian tentang pemeriksaan kebuntingan ternak sapi menggunakan urine. Teknik ini ternyata meniru "dokter" di Mesir sekitar 4000 tahun lalu, dimana disebutkan bahwa seorang perempuan yang akan didiagnosis kehamilannya diminta untuk kencing di kantong kain yang berisi biji gandum. Perempuan tersebut didiagnosis hamil apabila biji gandum dalam kantung yang dikencingi tumbuh dalam waktu 5 hari dan tidak hamil bila biji gandumnya tidak tumbuh.

Pada ternak sapi dilakukan dengan mengencerkan 1 ml urine sapi dengan 14 ml air di cawan petri yang berisi kertas saring dan 15 biji gandum. Juga disiapkan kelompok kontrol berisi air 15 ml. Setelah 5 hari dilihat pertumbuhan biji gandum yang sudah direndam dalam larutan urine sapi tadi.

Hasilnya adalah kebalikan dari hasil yang didapat pada manusia.Pada sapi yang bunting, tidak terjadi pertumbuhan biji gandum, biji gandum malah berubah warna menjadi coklat kehitaman. Sedangkan sapi yang tidak bunting dan kelompok kontrol, biji gandumnya tumbuh. Tes ini disebut Punyakoti seed germination atau gampangnya disebut Uji Punyakoti.

Penjelasan
Uji kebuntingan modern pada manusia menggunakan HCG dari urine sebagai senyawa yang menentukan kebuntingan. Pada uji Punyakoti, ada senyawa lain yang menyusun urine yang digunakan untuk menentukan kebuntingan baik pada manusia maupun sapi (ruminansia). Selain urea dan asam urat yang dikeluarkan oleh urine sapi, bagian terpenting yang menentukan dalam uji Punyakoti ini adalah hormon tumbuhan yang disebut abscisic acid (ABA).

Fungsi utama ABA di urine pada biji-bijian adalah untuk mempertahankan masa dorman (masa inaktif). Pada urine sapi bunting ditemukan konsentrasi ABA yang relatif tinggi (170.62 nanomol/ml urine) sedangkan pada sapi tidak bunting sekitar 74.46 nanomole/ml urine. ABA inilah yang ditengarai mengakibatkan hambatan pertumbuhan pada biji gandum yang direndam dalam urine sapi.

Dilaporkan juga bahwa beberapa peternak memodifikasi uji Punyakoti ini dalam hal jenis biji-bijian yang digunakan untuk dilihat pertumbuhannya. Biji padi (gabah) juga dilaporkan digunakan untuk uji ini dan hasilnya mirip dengan biji gandum. Ternak yang diuji juga dilaporkan berkembang dari hanya sapi kemudian kerbau, domba dan kambing.

Potensi Uji Punyakoti

Uji ini cukup murah, mudah, sederhana, tidak invasif dari sudut pandang kesejahteraan hewan dan tidak memerlukan bahan kimia atau alat yang canggih. Peternak yang ada di daerah terpencil yang akses terhadap dokter hewan begitu terbatas bisa memanfaatkan uji Punyakoti untuk mendiagnosis kebuntingan hewan ternaknya.

Untuk kolega peneliti, mungkin bisa mulai dipikirkan sebuah diagnosis kit yang memanfaatkan mekanisme uji Punyakoti ini untuk diproduksi secara massal dan digunakan untuk membantu diagnosis kebuntingan pada peternak. Bagi para peneliti lain yang tertarik dimohon untuk menghubungi penulis supaya bisa bekerja sama dalam hal penelitian tentang hal ini. Terima kasih. (CT-115)